Hukum  

Tim 9 Secara Independen Akan Konsisten Awasi Program Pembangunan Dari Usulan Pokir DPRD Karawang, Agar Tidak Ada Titip Menitip Pemborong

Hallonusantara.com || KARAWANG –Desakan berbagai macam elemen masyarakat agar Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Karawang tidak mengakomodir titipan pemborong dari kalangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Karawang (DPRD) Karawang untuk mengerjakan proyek konstruksi yang bersumber dari usulan aspirasi masyarakat semakin kencang.

Alasannya cukup jelas, berlandaskan pada ketentuan aturan yang tertuang dalam Pasal 78 ayat 2 dan 3 Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 86 Tahun 2017, bahwa dalam penyusunan rancangan awal Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD), DPRD memberikan saran dan pendapat berupa Pokok – Pokok Pikiran (Pokir) DPRD.

Hasil reses atau penjaringan aspirasi dari masyarakat, kemudian dijadikan sebagai masukan dalam perumusan kegiatan, lokasi kegiatan dan kelompok sasaran yang selaras dengan pencapaian sasaran pembangunan yang telah ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).

Setelah sebelumnya, Ilham Sugiri mendesak Dinas PUPR Karawang agar segera menggelar program pembangunan, karena mengingat sisa waktu anggaran murni Tahun 2022 sekarang sudah sangat sempit. Bila tidak segera action, serapan anggatan tidak akan sesuai dengan target.

Dirinya juga mencurigai, dengan belum startnya kegiatan pembangunan dari usulan aspirasi masyarakat yang dititipkan melalui kalangan legislator, menduga Dinas PUPR sedang menunggu usulan pemborong dan badan hukum berupa CV dari kalangan anggota DPRD Karawang?

Padahal berdasarkan yang diketahuinya, anggota DPRD sebagai aspirator, disebut memilik dana aspirasi saja tidak tepat, tapi yang lebih tepatnya usulan program aspirasi Daerah Pemilihan (Dapil). “Program tersebut  meneruskan apa yang sudah diatur didalam Undang – Undang MD3. Terkait dengan kewajiban DPR atau DPRD menyerap aspirasi dan merealisasikan dalam bentuk usulan program pembangunan yang disampaikan ke Pemerintah,” urainya

“Jadi yang perlu diluruskan, bukan lantas sekian miliar dibagi – bagi ke anggota DPRD. Bukan begitu, melainkan DPRD hanya menyerap aspirasi, mengusulkan program ke Pemerintah, nanti realisasinya di Pemerintah. Jadi tidak ada urusan antara anggota DPRD dengan kontraktor dan pekerjaan proyek,” ujar Ilham

Dirinya juga mengutip UU tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) yang mewajibkan anggota DPR terpilih menjadi penyambung lidah rakyat yang diwakilinya. Pengertian program dan aspirasi ini sebenarnya menjalankan tugas aspirator menyerap aspirasi, mengusulkan program pro rakyat sesuai aspirasi masyarakat, dan mengawasi kinerja Pemerintah. Bukan ikut campur urusan teknis realisasi anggaran dan teknis proyek dengan cara menunjuk pemborong.

“Sehingga jika dipaksakan anggota Dewan tetap menitipkan pemborong, dapat menjadikan permasalahan hukum tentang Pokir yang sedang bergulir di Kejaksaan Negeri (Kejari) Karawang menjadi semakin terang benderang, dan tidak menutup kemungkinan, Dinas juga bisa turut terlibat dalam prosesnya, karena patut diduga turut serta membantu,” terangnya

Masih menurut Ilham, “Untuk mengawasi hal itu, saya bersama rekan – rekan telah membentuk tim independen, yang diberi nama TIM 9, karena terdiri dari 9 orang. Dimana tim ini akan bergerak mencari informasi, bahkan data. Kalau perlu sebagian kita stand by kan di Dinas PUPR Karawang,”

“Jika kemudian untuk Tahun Anggaran 2022 sekarang, ada yang titip menitip pemborong, kemudian informasi dan datanya kami dapatkan, tidak perlu menunggu lama, pasti langsung kami sampaikan kepada Kejaksaan,” tandasnya

Ilham juga menegaskan, “Langkah itu perlu kami lakukan sebagai bentuk antisipasi, karena Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), sumber uangnya dari rakyat. Jadi, rakyat berhak untuk mengawasi, bahkan melaporkan kepada Aparat Penegak Hukum (APH), bila mana ada indikasi dugaan ketidak beresan dalam realisasinya, yang diduga tidak berjalan sesuai dengan rel aturan,”

“Namun harapannya, hal itu tidak sampai terjadi. Proses realisasi pembangunan, teknisnya tetap ada pada Dinas PUPR. Karena selain ketentuan mengatur seperti demikian, penentuan pihak ketiga sebagai penyedia jasa oleh Dinas, bisa dianggap kredibel, karena yang mengerti dan dapat menguji persoalan kredibilitas atau kemampuan kontraktor, ya orang – orang yang memahami teknik pembangunan,” pungkasnya.(AlHAS)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *