Hallonusantara.com || KARAWANG, JABAR –Kenaikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang diberlakukan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Karawang pada Desember Tahun 2021 lalu untuk Tahun 2022 menuai protes dari Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Karawang dan beberapa anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Karawang.
Mengingat hal itu, APDESI pada salah satu media massa sempat menyuarakan kepada masyarakat untuk tidak membayar pajak. Walau pada akhirnya pemberitaan tersebut menghilang?
Begitu juga dengan salah satu anggota DPRD Karawang, Asep Dasuki menganggap kenaikan pajak tersebut merupakan lonjakan tanpa batas, sehingga dapat membebani masyarakat. Dirinya juga menyoal tidak adanya pembahasan secara khusus dari Badan Pendapatan (Bapenda) Karawang, soal kenaikan pajak.
Sedangkan Kepala Bidang (Kabid) Pajak Lainnya, Ade Sudrajat membantah tidak adanya kajian terlebih dahulu mengenai kenaikan NJOP PBB di Karawang, sebelum keluarnya surat Keputusan Bupati (Kepbup).
Mengetahui adanya pernyataan tentang ajakan untuk tidak membayar pajak, salah seorang pemerhati pemerintahan, Dendi Saepudin menyayangkan sekaligus menyesalkan statement diruang publik yang semestinya tidak disuarakan oleh pihak yang menjadi bagian dari Pemerintahan.
Dikatannya, “Kalaupun keberatan dengan kenaikan pajak yang ditetapkan melalui kebijakan Bupati Karawang tersebut. Ya jangan dong kalau sampai menyuarakan kepada masyarakat untuk tidak membayar pajak, tempuh saja mekanisme protes yang baik dan benar. Kan bisa dengan cara meminta forum hearing kepada Komisi yang membidangi perpajakan dan pertanahan di DPRD Karawang,” Kamis, (26/5/2022).
Dendi menjelaskan, “Karena bagaimana juga Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) merupakan sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sangat diandalkan. Dari pendapatan tersebut juga sebagian dialokasikan untuk kepentingan Pemerintahan Desa (Pemdes) yang disebut dengan Dana Bagi Hasil (DBH). Lalu, kalau menyuarakan untuk tidak bayar pajak, bagaimana dengan nasib DBH? Sebab tidak hanya berpengaruh pada PAD saja,”
“Begitu juga terhadap biaya pembangunan. Saat ini masyarakat sedang terus beraksi memprotes tentang buruknya infrastruktur, khususnya jalan. Kalau PAD rendah, bagaimana bisa mengcover kebutuhan pembangunan. Karena yang namanya pajak, sebagian besar dikembalikan untuk kepentingan masyarakat,” Ungkapnya.
Lebih lanjut, Dendi mengutarakan, “Adapun terkait kenaikan, saya rasa memang sudah waktunya. Karena jika dilihat, selama ini NJOP masih banyak yang terhitung masih sangat rendah. Apa lagi pada zona – zona tertentu, seperti kawasan industri, perumahan elite, jalan protokol dan lain sebagainya,”
“NJOP banyak yang tidak sebanding dengan nilai harga pasar. Banyak harga – harga pasar dikawasan industri, perumahan elite dan jalan – jalan protokol dengan nilai fantastis, tapi NJOP terhitung sangat rendah. Maka diperlukan penyesuaian NJOP pada zona – zona tertentu. Kalaupun didaerah peloksok atau pesisir terbawa dampak kenaikan, saya rasa sesuatu hal yang sangat wajar,” Ujar Dendi.
“Jika memang untuk zona peloksok atau pesisir dirasa berat atas kenaikan tersebut, tinggal ajukan protes melalui prosedur dan mekanisme yang benar, tanpa harus menyuarakan agar tidak membayar pajak ke masyarakat. Karena nantinya akan berdampak pada Pemdes juga, berupa DBH,” Pungkasnya.(ALHAS)