Hallonusantara.com || Cianjur — Kenaikan harga kebutuhan pokok di Pasar Tradisional Cipanas, Kabupaten Cianjur, memasuki pertengahan Oktober 2025 semakin menekan daya beli masyarakat. Akibatnya, aktivitas perdagangan melambat, kios-kios sepi, dan sejumlah pedagang kecil mulai kesulitan mempertahankan modal usaha.
Kepala Subbag Tata Usaha UPTD Pasar Tradisional Cipanas, Ihat Solihat, S.IP, membenarkan bahwa sejumlah komoditas mengalami lonjakan harga cukup signifikan dalam dua pekan terakhir.
“Harga telur ayam sudah mencapai Rp32.000 per kilogram, daging sapi di kisaran Rp150.000 per kilogram, dan beras rata-rata dijual antara Rp14.000 sampai Rp15.000 per kilogram,” ujar Ihat saat ditemui di kantornya, Selasa (14/10/2025).
Menurut Ihat, kenaikan harga dipicu oleh berkurangnya pasokan dari distributor utama. Situasi ini diperparah dengan menurunnya permintaan masyarakat akibat kondisi ekonomi yang sedang lesu.
“Ketika pasokan sedikit, harga naik. Tapi karena ekonomi masyarakat lagi sulit, pembeli pun berkurang. Sekarang warga lebih berhitung saat belanja kebutuhan pokok,” jelasnya.
Sementara itu, Rudi Lazuardi, pedagang daging ayam di Pasar Tradisional Cipanas, mengaku kondisi pasar semakin memprihatinkan. Harga ayam potong yang kini menembus Rp40.000 per kilogram justru membuat penjualan menurun drastis.
“Stok barang sebenarnya aman, tapi daya beli anjlok. Barang kami tidak laku karena pembeli menurun tajam. Sekarang bukan soal stok, tapi soal kemampuan orang untuk belanja,” tegas Rudi.
Ia menilai, persoalan utama bukan hanya kenaikan harga, tapi juga pergeseran pola konsumsi masyarakat yang kini beralih ke platform daring.
“Banyak yang lebih memilih belanja online. Mereka tinggal klik dan diantar. Ini jelas menggerus aktivitas di pasar tradisional. Kami yang mengandalkan transaksi langsung jadi terpukul,” ujarnya.
Lebih jauh, Rudi menyoroti ketimpangan kebijakan ekonomi yang menurutnya belum berpihak pada pedagang kecil. Program pemerintah seperti Modern Business Group (MBG), katanya, lebih menguntungkan pemain besar dibanding pelaku usaha mikro di pasar rakyat.
“Program MBG bagus di konsep, tapi realitanya belum menyentuh kami. Mereka (supplier besar) bisa bayar tempo sampai 12 hari, sementara kami harus setor harian ke pemasok. Ini jelas berat bagi pedagang kecil,” ungkapnya dengan nada kecewa.
Rudi mendesak pemerintah agar meninjau ulang sistem perdagangan dan pembiayaan yang timpang, serta memastikan kebijakan ekonomi benar-benar menembus lapisan bawah.
“Kami berharap pemerintah hadir, jangan hanya di atas kertas. Pedagang kecil butuh perlindungan nyata agar bisa bertahan di tengah tekanan ekonomi,” tutup Rudi.
Di sisi lain, salah satu pedagang telur membenarkan bahwa harga telur ayam kini naik menjadi Rp32.000 per kilogram dari sebelumnya Rp28.000. Lonjakan harga ini membuat permintaan turun tajam.
“Sekarang pasar sepi, pembeli berkurang karena harga tinggi,” ujarnya singkat.
Situasi di Pasar Tradisional Cipanas menjadi potret nyata pelemahan ekonomi rakyat: pasokan terbatas, harga naik, pembeli menurun, dan pedagang kecil terjepit di antara biaya operasional dan kebijakan yang belum berpihak.
Pedagang berharap pemerintah segera mengambil langkah konkret agar pasar tradisional kembali menjadi urat nadi ekonomi rakyat, bukan sekadar simbol aktivitas perdagangan yang sepi pembeli.
(Bet)