Hallonusantara.com || Cianjur – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, kini mulai disorot publik. Meski pelaksanaan program ini dinilai membawa manfaat besar bagi masyarakat, terutama pelajar, ibu hamil, dan balita, muncul tanda tanya soal transparansi nota kesepahaman (MoU) antara penyelenggara dapur dan penerima manfaat.
Di tengah gencarnya pengawasan di lapangan, Puskesmas Pacet bersama Pemerintah Kecamatan Pacet mengakui masih menemukan sejumlah catatan penting dalam penerapan standar higiene dan sanitasi dapur penyelenggara MBG.
Kepala Puskesmas Pacet, Agus Suhendar, S.AP., S.Kep., Ners., M.Kes., menyampaikan bahwa dari empat desa dalam wilayah kerjanya, baru dua Satuan Pendidikan Penyelenggara Gizi (SPPG) yang telah menjalani inspeksi kesehatan lingkungan.
“Kami sudah visitasi dua SPPG. Dalam inspeksi itu, kami bersama tim kesehatan lingkungan dan ahli gizi memeriksa seluruh proses pengolahan makanan dari awal hingga akhir. Ada beberapa hal yang harus diperbaiki, seperti pemasangan SOP di area pengolahan dan pelatihan bagi penjamah makanan,” jelas Agus, Selasa (7/10/2025).
Menurutnya, setiap SPPG diwajibkan melakukan pemeriksaan air bersih secara berkala serta rektal swab bagi penjamah makanan sebagai langkah preventif menjaga keamanan pangan.
“Kami mendorong semua SPPG untuk memiliki sertifikat Layak Higiene Sanitasi. Yang belum, saat ini sedang dalam proses sertifikasi,” tambahnya.
Namun, Agus juga menegaskan bahwa pihak Puskesmas tidak menerima sampel makanan secara langsung, melainkan setiap dapur diwajibkan menyimpannya sebagai arsip untuk pemeriksaan bila terjadi kasus yang tidak diinginkan.
Di sisi lain, Camat Pacet, Neng Didi, S.H., M.H., mengatakan bahwa pihaknya tengah melakukan pendataan ulang seluruh lembaga pendidikan dari tingkat PAUD hingga SMA agar seluruh penerima manfaat program MBG terdata secara akurat.
“Kami ingin memastikan tidak ada sekolah yang tertinggal dalam program makan bergizi gratis dari Presiden. Saat ini tercatat ada 61 lembaga dan 5 dapur yang sudah berjalan. Namun dari 6 dapur yang ada, sebagian masih memerlukan pembenahan dari sisi kesehatan lingkungan,” ujarnya.
Meski pengawasan fisik terus dilakukan, sejumlah pihak menilai bahwa transparansi dalam aspek administrasi dan pertanggungjawaban program masih lemah, khususnya terkait isi dan pelaksanaan MoU (nota kesepahaman) antara SPPG dan penerima manfaat.
Ketua TP PKK Kecamatan Pacet, Laela Nurhayati, mengaku hingga kini belum pernah melihat secara langsung isi MoU yang menjadi dasar pelaksanaan program MBG di lapangan.
“Kami dari PKK belum pernah melihat atau membaca isi MoU-nya. Jadi belum tahu bentuk pertanggungjawabannya bila terjadi hal yang tidak diinginkan. Tapi menurut kami, yang bertanggung jawab adalah dapur penyelenggara, bukan penerima manfaat,” tegasnya.
Ketiadaan akses publik terhadap isi MoU ini menimbulkan kekhawatiran adanya celah administratif yang bisa mengaburkan siapa pihak yang benar-benar bertanggung jawab bila terjadi pelanggaran standar gizi, sanitasi, atau penggunaan anggaran di lapangan.
Sementara itu, Satria Ramandan, selaku Koordinator Kecamatan (Korcam) Program MBG Pacet, menyatakan bahwa pihaknya kini tengah menyusun laporan pelaksanaan Oktober dan memastikan seluruh dapur MBG mengikuti petunjuk teknis (juknis) pemerintah.
“Kami sedang dalam proses pembuatan laporan Oktober. Semua dapur sudah berupaya mengikuti juknis, terutama dalam penggunaan air bersih untuk pencucian dan bahan masakan. Sejauh ini pelaksanaan di lapangan berjalan baik,” ujarnya.
Meski demikian, laporan teknis tersebut diharapkan tidak hanya sebatas administrasi formal, melainkan juga menjadi instrumen evaluasi nyata terhadap efektivitas dan transparansi pelaksanaan program.
Pengawasan yang dilakukan lintas sektor—melibatkan unsur puskesmas, pemerintah kecamatan, PKK, dan Korcam MBG—menunjukkan adanya komitmen kuat memastikan pelaksanaan program tetap sesuai tujuan awal Presiden, yakni meningkatkan gizi masyarakat dan mengurangi angka stunting.
Namun, tanpa transparansi dokumen kerja sama (MoU) dan mekanisme pertanggungjawaban yang terbuka, program yang berniat mulia ini berpotensi menghadapi masalah akuntabilitas publik di kemudian hari.
Dengan memperkuat pengawasan teknis di lapangan sekaligus membuka akses informasi bagi masyarakat dan lembaga pendamping, diharapkan pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kecamatan Pacet dapat berjalan lebih transparan, akuntabel, dan berkelanjutan.
(Bet)