Hallonusantara.com || CIANJUR — Program Koperasi Merah Putih yang digembar-gemborkan pemerintah era Presiden Prabowo Subianto sebagai jalan kemandirian ekonomi desa, kini menuai kritik keras. Di Cipanas, Cianjur, alih-alih menjadi solusi, program ini justru dipandang menambah beban bagi masyarakat kecil.
Ketua Koperasi Merah Putih Desa Cipanas, H. Jajat Sudrajat, S.IP, bersama Jerry Hamzah (Kabid Anggota) dan staf pengurus koperasi, menegaskan bahwa konsep program ini tak sejalan dengan kenyataan di lapangan.
“Di atas kertas memang bagus. Tapi realitanya koperasi dipaksa berdiri sendiri tanpa dukungan nyata negara. Ini bukan solusi, malah jadi beban,” ujar Jajat saat ditemui di kantor koperasi, Rabu (11/9/2025).
Dana Tak Turun, Birokrasi Berlapis
Sejak berdiri empat bulan lalu, dana yang dijanjikan pemerintah tak kunjung turun. Proses pencairan melewati rantai birokrasi panjang dari desa hingga pusat, tanpa kepastian waktu.
“Katanya koperasi modern, tapi ribet luar biasa. Bahkan setiap transaksi dipantau 18 kementerian. Kalau sekaku itu, bagaimana koperasi bisa bergerak?” tegas Jajat.
Subsidi Semu: Rakyat yang Menyubsidi
Program sembako bersubsidi justru dianggap jebakan. Koperasi diwajibkan membeli barang tunai dari mitra anak BUMN dengan margin sangat tipis.
“Minyak goreng kami beli Rp14.500, dijual Rp15.700. Selisihnya hanya Rp1.200. Itu pun modal dari anggota, bukan pemerintah. Jadi siapa yang sebenarnya menyubsidi?” kritiknya.
Situasi serupa juga terjadi pada beras SPHP Bulog. Koperasi dipaksa membeli minimal dua ton per minggu secara tunai, dengan keuntungan tipis yang tak sebanding dengan risiko.
Kerja Sukarela Tanpa Upah
Dengan 254 anggota, koperasi dikelola oleh tujuh pengurus dan lima pengawas. Selama empat bulan, mereka bekerja penuh waktu tanpa gaji.
“Uang pribadi ikut terkuras. Tapi ini soal harga diri menjaga kepercayaan anggota,” ungkap Jajat.
Regulasi Tak Nyambung dengan Realita
Aturan pemerintah juga dinilai tidak realistis. Koperasi baru justru diperlakukan layaknya korporasi besar, ditambah kewajiban menyetor 20 persen keuntungan ke APBD desa.
“Modal dari anggota, kerja dari rakyat, tapi masih dipotong lagi. Bukannya menyejahterakan, malah menyulitkan,” katanya.
Harapan Perubahan
Meski melontarkan kritik tajam, Jajat berharap ada terobosan nyata dari Menteri Koperasi yang baru.
“Kalau tidak segera dievaluasi, program ini hanya jadi proyek pencitraan, sementara rakyat kecil terus jadi korban,” tegasnya.
Jika dibiarkan, Koperasi Merah Putih terancam gagal sejak dini: dari motor penggerak ekonomi desa hanya jadi ilusi kebijakan.
(Bet)